oleh syamsul maarif, SS
Lenggak lenggok Mardana berjalan berselimut kabut
mengikuti irama pematang sawah
menapaki daun-daun berembun menuju Sekolah
cahaya matahari pagi berpendar, menembus kabut, melelehkan embun,
mengkilapkan baju seragam sekolah yang menutup tubuh elok Mardana
kini kaki riangnya harus melompati sungai yang menghadang
semakin dekat di mata, sepatunya berlumpur
wajahnya tunduk menatap jalan,
mulutnya komat-kamit seperti sedang bernyanyi
sayup terdengar ternyata sedang menghapalkan pesan
"ingatlah kebodohan, hingga tak tampak lagi di rautmu, sebab bodoh adalah petaka"
Puisi ini dibuat sewaktu penulis masih mengajar di Kab. Bungo Jambi Sumatera. tahun 2003
Mardana adalah nama salah satu muridnya yang setiap pagi berangkat melewati gubuk yang penulis tempati.